Sepucuk Surat Untuk Ayah
Ayah..
Seorang lelaki pertama di dunia ini yang kucintai.
Hatimu tegar bagai baja. Bagaimana tidak, tanpa kata kau melakukannya sendiri. Sejak ku kecil hingga pada usia sekian kau tetap tunjukkan senyum yang selalu tersungging di pipimu. Tanpa ku tahu, bagaimana kondisi yang ada dalam hatimu.
Ayah..
Taukah kau, aku bangga memiliki ayah sepertimu. Kau mungkin tak sehangat ibu, yang selalu menanyakan kabar dan selalu menunjukkan cintanya padaku. Namun aku tau, kau mencintaiku lebih dari semua yang kau usahakan di dunia ini. Kau selalu diam kala ibu bersuara tinggi, dimana terkadang ibu meluapkan amarah lelahnya karena seharian mengerjakan pekerjaan rumah. Namun pada usiaku yang remaja ini aku perlahan memahamimu bahwa kau sebenarnya sanggup tuk membuat ibu diam, namun kau yang lebih memilih diam. Semua itu kau lakukan agar kondisi keluarga kita tetap utuh tanpa retak sedikitpun. Hingga beberapa saat kemudian kalian kembali tertawa bersama. Aku pun tau, itu adalah cinta. Cinta yang ada pada keluarga kita.
Ayah..
Kini aku sudah remaja. Sering kali tanpa sadar aku mengabaikan panggilanmu. Dimana ketika kau memintaku membuat secangkir kopi, akupun pura-pura tidak mendengar. Namun kau tak pernah marah. Kau malah menghampiriku, menggodaku hingga kita tertawa bersama.
Maafkan aku, yang belum bisa rajin seperti yang kau inginkan. kamarku masih sering berantakan. Terkadang dari situ ibu mulai bernada tinggi dan membuatmu juga ikut terkena celoteh indah dari ibu. Maafkan aku, yang sering merengek meminta ini dan itu tanpa kutahu kau sanggup atau tidak untuk menuruti semua inginku. Ayah.. Kumencintaimu..
Salam Cinta, dari Putri kecilmu yang kini remaja.
Seorang lelaki pertama di dunia ini yang kucintai.
Hatimu tegar bagai baja. Bagaimana tidak, tanpa kata kau melakukannya sendiri. Sejak ku kecil hingga pada usia sekian kau tetap tunjukkan senyum yang selalu tersungging di pipimu. Tanpa ku tahu, bagaimana kondisi yang ada dalam hatimu.
Ayah..
Taukah kau, aku bangga memiliki ayah sepertimu. Kau mungkin tak sehangat ibu, yang selalu menanyakan kabar dan selalu menunjukkan cintanya padaku. Namun aku tau, kau mencintaiku lebih dari semua yang kau usahakan di dunia ini. Kau selalu diam kala ibu bersuara tinggi, dimana terkadang ibu meluapkan amarah lelahnya karena seharian mengerjakan pekerjaan rumah. Namun pada usiaku yang remaja ini aku perlahan memahamimu bahwa kau sebenarnya sanggup tuk membuat ibu diam, namun kau yang lebih memilih diam. Semua itu kau lakukan agar kondisi keluarga kita tetap utuh tanpa retak sedikitpun. Hingga beberapa saat kemudian kalian kembali tertawa bersama. Aku pun tau, itu adalah cinta. Cinta yang ada pada keluarga kita.
Ayah..
Kini aku sudah remaja. Sering kali tanpa sadar aku mengabaikan panggilanmu. Dimana ketika kau memintaku membuat secangkir kopi, akupun pura-pura tidak mendengar. Namun kau tak pernah marah. Kau malah menghampiriku, menggodaku hingga kita tertawa bersama.
Maafkan aku, yang belum bisa rajin seperti yang kau inginkan. kamarku masih sering berantakan. Terkadang dari situ ibu mulai bernada tinggi dan membuatmu juga ikut terkena celoteh indah dari ibu. Maafkan aku, yang sering merengek meminta ini dan itu tanpa kutahu kau sanggup atau tidak untuk menuruti semua inginku. Ayah.. Kumencintaimu..
Salam Cinta, dari Putri kecilmu yang kini remaja.
0 Response to "Sepucuk Surat Untuk Ayah"
Post a Comment